Posts Tagged ‘UNS’


dif

Ilustrasi Pseudomembran difteri

Difteri merupakan penyakit akut yang diakibatkan oleh ektraselluler protein, eksotoksin Corynebacterium diphteriae. Penyakit ini ditandai dengan terbentuknya pseudo-membran yang terjadi pada kulit dan/atau mukosa. Corynebacterium diphteriae merupakan kuman batang gram positif, non motil, pleomorfik, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, mati pada pemanasan 60°C dan tahan dalam keadaan beku dan kering. Kuman ini mampu memproduksi eksotoksin. Difteri tersebar di seluruh dunia. Di indonesia angka kejadian difteri juga tampak menurun seiring dengan meningkatnya status imunitas populasi 1,2,3,4. Penelitian saat terdapat outbreak di nigeria didapatkan 98% dari 98 penderita Difteri sebelumnya tidak pernah mendapatkan imunisasi dan juga tidak mendapatkan antibiotika saat terkena difteria (LoE:2c)6.
Produksi toksin terjadi hanya bila kuman mengalami lisogenisasi oleh bakteriofag yang mengandung informasi genetik toksin. Hanya galur toksigenik yang dapat menimbulkan penyakit berat. Ditemukan ada 3 galur bakteri yaitu galur gravis, belfanti dan mitis. Tipe gravis biasanya didapatkan pada kasus yang berat7. Difteri ditularkan melalui droplet saat kontak dengan pasien atau karier. Kontak ini dapat terjadi saat batuk, bersin dan bicara. Kuman ini masuk melalui mukosa kemudian berkembang biak pada permukaan mukosa saluran pernapasan bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling, lalu dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Eksotoksin yang diproduksi kuman ini akan berefek pada penghambatan produksi protein lewat proses translokasi. Akibat dari tidak terbentuknya rangkaian polipeptida yang seharusnya diproduksi sel, maka terjadi kematian sel pada jaringan tersebut. Akan terjadi nekrose pada daerah kolonisasi kuman disertai respon inflamasi lokal. Ketika produksi toksin sudah semakin bertambah banyak maka daerah infeksi semakin lebar, terbentuk membran yang melekat erat berwarna kelabu kehitaman. Membran ini terdiri dari fibrin, sel-sel radang, eritrosit dan epitel1,5. Pada Pseudo membran ini dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Pseudo membran yang oedematus juga dapat menyumbat jalan napas. Komplikasi lebih lanjut akibat toksin yang beredar ke seluruh tubuh adalah adanya miokarditis yang dapat terjadi dalam 10-14 hari, manifestasi pada saraf berupa neuritis toksik dengan degenerasi lemak pada myelin umumnya terjadi setelah 3-7 minggu. Serta kadang terjadi nekrosis tubular renalis akut1-3,5.
Masa tunas penyakit ini berlangsung 2-6 hari. Biasanya pasien baru datang berobat jika sudah mengalami gejala sistemik. Pada pasien ini pseudo membran terdapat pada sekitar tonsil dan faring. Pada kasus seperti ini gejala yang biasanya didapat berupa adanya anoreksia, malaise, demam, dan nyeri telan. Dalam waktu 1-2 hari kemudian akan timbul pseudo-membran yang dapat menutupi tonsil dan dinding faring. Keluhan ini dapat meluas ke uvula dan palatum molle atau meluas ke bawah menuju laring dan trakea. Kemudian dapat ditemukan adanya limfadenitis servikalis dan submandibular yang jika disertai edema jaringan lunak sekitar maka akan timbuk Bullneck1,2.
Diagnosis difteri harus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal ini dikarenakan penundaan terapi akan membahayakan pasien. Diagnosis pasti difteri dilakukan dengan isolasi C.diphteriae dengan pembiakan pada media loeffler. Kemudian dilanjutkan dengan tes toksigenitas secara in vivo (pada marmut) dan in vitro. Penentuan difteri dengan sediaan secara langsung kurang dapat dipercaya. Pemeriksaan antibodi dengan flourescent antibody technique merupakan cara yang lebih akurat1,2. Penelitian di India didapatkan 44,1% kasus difteri yang menunjukkan hasil kultur C. Diphteriae positif dengan menggunakan biakan loeffler. Hal ini bisa terjadi dikarenakan pengelolaan spesimen yang kurang bagus, juga bisa dikarenakan misdiagnosis (LoE:2c)8.
Penatalaksanaan pasien dengan difteri secara umum dilakukan dengan melakukan isolasi 2-3 minggu untuk menghindari penularan, pasien diberi kesempatan untuk istirahat serta pemberian cairan dan diet yang adekuat dan dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi pada saluran napas. Tatalaksana yang lebih spesifik dilakukan dengan pemberian ADS (Anti Diphteria Serum) yaitu serum anti difteri yang berisi antitoksin. Pemberian ADS ini diberikan segera setelah pasien didiagnosis difteri. Dengan pemberian ADS pada hari pertama, angka kematian penderita kurang dari 1%. Penundaan pemberian ADS lebih dari hari ke enam menyebabkan angka kematian meningkat menjadi 30%. ADS ini hanya bermanfaat dalam menetralisir eksotoksin yang bebas tapi tidak berpengaruh terhadap toksin yang sudah melakukan penetrasi ke dalam sel. Sehingga diperlukan pemberian antibiotika yang berfungsi untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin. Biasanya diberikan penisilin prokain 50.000-100.000 IU /kgBB/hari selama 10 hari. Pada kasus yang disertai obstruksi saluran napas bagian atas dengan atau tanpa disertai Bullneck, pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang berat diperlukan tindakan trakeostomi1,7.

Picture2

Pada pasien ini pemberian ADS dilakukan pada hari pertama setelah dirawat di RSDM (hari ke-2 setelah demam). ADS yang diberikan sesuai dengan lokasinya yaitu pada faring yaitu sebanyak 40.000 KI secara intravena setelah pada uji kulit tidak didapatkan adanya reaksi alergi. Selain itu pasien ini diberikan juga antibiotika golongan penisilin yaitu Ampisilin dengan dosis 50 mg/KgBB/6jam secara intravena.
Penatalaksanaan pada difteria tidak hanya difokuskan pada pasien saja namun juga dilakukan isolasi dan pemeriksaan biakan hidung dan tenggorok serta pemantauan gejala klinis serta pada anak yang kontak dengan pasien. Pada anak yang telah mendapatkan imunisasi dasar hendaknya diberikan booster toksoid difteria. Disamping itu pada karier difteri juga harus diberikan pengobatan berupa penisilin prokain maupun eritromisin. Karier adalah mereka yang mengandung basil difteri dalam nasofaringnya namun tidak menunjukkan keluhan1.

Picture1

Uji schick merupakan pemeriksaan yang berguna untuk mengetahui apakah didapatkan adanya antibodi terhadap toksin difteria pada seseorang. Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan toksin difteria dosis kecil secara intradermal. Uji ini dianggap positif jika didapatkan adanya reaksi inflamasi pada tempat injeksi yang terjadi dalam 24-36 jam. Hal ini menandakan tidak ada kekebalan (tidak ada anti toksin) demikian sebaliknya1-3. Namun demikian WHO menyatakan pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan dikarenakan adanya kesulitan dalam teknik injeksi intradermal, adanya ketidaknyamanan jika hasil pemeriksaan positif, perlu kunjungan 2 kali untuk pembacaan hasil dan juga tidak reliabel untuk kasus-kasus dengan pasien anergi4.
Kementrian kesehatan mempunyai program pencegahan penyakit ini dengan imunisasi DPT yang dilakukan sebanyak 3 kali saat usia 2, 3, dan 4 bulan. Sementara WHO merekomendasikan imunisasi difteri sebanyak 3 kali imunisasi dasar dimulai saat usia 6 minggu kemudian ditambah imunisasi booster untuk meningkatkan efektifitas imunisasi6. Sedangkan IDAI (ikatan dokter Indonesia) sendiri menganjurkan selama usia anak-anak (kurang dari 18 tahun) diberikan imunisasi difteria sebanyak 7 kali, yaitu 5 kali dengan menggunakan DPT, dan dua kali menggunakan Td7. Menurut ibu pasien, pasien ini telah mendapatkan imunisasi dasar sesuai dengan kebijakan kemenkes. Imunisasi pasien dilakukan rutin di sebuah klinik. Imunisasi yang didapat termasuk imunisasi DPT sebanyak 3 kali saat usia 2,3 dan 4 bulan. Seorang anak yang telah mendapatkan imunisasi difteria lengkap mempunyai antibodi terhadap toksin difteria namun mereka tidak mempunyai antibodi terhadap organisme/kumannya1. sedangkan setelah menderita difteria, kekebalan terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga perlu dilakukan imunisasi. Pada laporan pengembangan imunisasi tahun 2003 didapatkan 98,45% bayi mempunyai antibodi 0,1545 IU/mL setelah mendapat DPT ke-3. Namun lama kekebalan yang didapat masih perlu mendapat perhatian. IDAI menyarankan perlunya booster baik pada setahun setelah DPT ke-3 maupun pada usia 4-5 tahun7. Pasien ini berusia 2 tahun 10 bulan dengan riwayat mendapatkan imunisasi DPT 3 kali saat usia sebelum 1 tahun. Pada penelitian di Cikalong wetan cianjur saat terjadi KLB (kejadian Luar Biasa) didapatkan data bahwa walaupun cakupan imunisasi DPT tinggi, hanya 19,3% saja yang memiliki kadar antibodi di atas nilai proteksi jangka panjang (≥0,1 IU/mL), dan titer ini menurun pada kelompok usia 1-2 tahun dan pada usia 5-6 tahun tidak didapatkan subyek yang mempunyai titer di atas nilai protektif (LoE:2c)9.

XII. DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, S.S.P., Garna,H.,Hadinegoro, S.R.S., Satari, H.I.,Buku ajar infeksi & pediatri tropis edisi kedua. IDAI. 2012.h. 312-20

2. Rahajoe,N.N., Supriyatno,B., Setyanto D.B.,Buku ajar respirologi anak edisi pertama. IDAI. 2008

3. Control of Communicable Diseases Manual (CCDM), American public Health Association. 19th ed. 2008

4. Scheifele,D.W., Ochnio, J.J., The imununological basis for immunization series:Diphteria update. The department of immunization, vaccines and biologicals WHO. 2009. 1-28

5. Hadfield, T.L., McEvoy, P.,Polotsky, Y., Tzinserling, V.A., Yakovlev, A.A. The pathology of diphteria. The journal of infectious disease.2000;181:116-20

6. Besa, N.C., Coldiron,M.E., Bakri,A., Raji,A., Nsuami,M.J.,Rousseau,C., et al. Diphteria outbreak with high mortality in northeastern Nigeria. Epidemiol.infec.2014;142:797-802

7. Ranuh, I.G.N.G., Suyitno,H.,Hadinegoro,S.R.S.,Ismoedijanto,Soedjatmiko. Pedoman Imunisasi di Indonesia edisi keempat. Satgas imunisasi IDAI.2011.1-452

8. Sharma, N.C., Banavaliker,J.N., Ranjan,R.,Kumar,R., Bacteriological & epidemiological characteristics of diphteria cases in & around delhi-a retrospective study. Indian J Med Res.2007;126:545-52.

9. Fadlyana,E., Rusmil,K., Garna,H., Sumarman,I.,Adi,S.S.,Bachtiar,N.S., Tetanus difter (Td) pada remaja sebagai salah satu upaya mencegah reemerging disease di Indonesia.saripediatri.2013;15(3):141-9


Hidup itu memang penuh tantangan, bahkan kita sering bingung tantangan seperti apa yang akan kita pilih untuk ditaklukkan. Saat di kelas TK kita sering ditanya oleh ibu guru…” Anak-anak…. nanti kalo besar pengin jadi apa hayooo?”  “jadi Tentara bu” kata si goyul. “jadi Guru bu” kata si wawan. dan jawaban yang lumayan banyak pastinya adalah “Jadi dokter buuuuuu” hehehe..

besok gede jadi dokter ya nak

besok gede jadi dokter ya nak

Gak cuma anak-anak yang masih kecil aja yang banyak bercita-cita menjadi dokter, para orang tua pun kalo ditanya banyak juga yang membayangkan suatu saat anaknya akan memanggul stetoskop, dibalut baju putih bersih, dengan dandanan rapi tanpa harus berpeluh keringat banting tulang menggotong mesin diesel KUBOTA plus pompa air di sawah seperti orang tuanya.. naahh, untuk itulah sampai sekarang yang namanya DOKTER tetap menjadi profesi idaman para orang tua, istri maupun mertua.. haha. Namun, sadarkah kita betapa terjalnya jalan yang harus dilalui untuk sekedar mendapar gelar “dr.” di depan nama kita.. kalo yang sudah pernah disumpah pasti sudah tahu liku-likunya.

ayo Le... nge-lep sik (mari nak.. beri air sawah dulu)

ayo Le… nge-lep sik
(mari nak.. beri air sawah dulu)

kali ini saya nggak akan membahas liku-liku jadi dokter. Serumit apapun jalan menjadi dokter, jika anda memang sudah mendapat predikat “dr,.” didepan nama anda maka jangan heran jika itu mungkin tak akan menghentikan langkah anda untuk mencari tambahan gelar dibelakang nama anda dengan tambahan “Sp…..”. pernah saya mengungkapkan pada teman saya bahwa “Belajar di dunia kedokteran itu seperti candu, jika terlalu banyak/lama belajar bisa mabok, jika putus belajar terlalu lama bisa sakaw” hehe… percaya? jangan percaya dulu… coba dulu aja jadi dokter umum, trus kerja 2-3 tahun aja. jika anda Sakaw maka anda memang dokter sejati. tapi jika ternyata lama jadi dokter umum kok tidak sakaw-sakaw jangan-jangan anda tak punya modal dan nyali kembali “Mabok” belajar.. hehe….

silakan Klik tautan buatan para mantan koas UNS yang kreatif di bawah ini

Liku-liku jadi dokter umum

Lama gak sekolah, pengin sekolah lagi. giliran sudah ngebet pengin sekolah eee malah bingung mau milih spesialisasi apa. Dulu… 4 tahun yang lalu, penulis juga dihinggapi rasa penasaran dan kebingungan mau milih spesialisasi apa (sok bingung milih padahal belum tentu kalo milih itu sudah pasti ktrima, bukannya hak memilih itu hanya untuk mereka yang sudah memiliki sesuatu? hehe). mungkin ada sedikit Tips dari penulis tentang bagaimana sih memilih spesialisasi yang akan digeluti

1. SUKA:

pendidikan Spesialis apapun yang anda inginkan harus anda awali dengan rasa SUKA terlebih dahulu. Perasaan suka ini tentunya akan sangat subyektif, ya, suka atau tidak suka Spesialisasi yang anda pilih akan mengantarkan anda pada dunia anda berikutnya. Jika suka jalani, jika tidak suka nggak usah dipaksakan deh daripada tar berantakan ditengah jalan.

suka dulu baru milih

suka dulu baru milih

2. ALASAN:

Rasa SUKA  saja tidak cukup untuk “memaksa” anda memasuki dunia residen alias pendidikan spesialis. anda perlu alasan yang tepat dan rasional untuk membangkitkan semangat anda menempuh pendidikan. contohnya bisa saja mungkin anda diancam atasan kalau nggak jadi spesialis bakalan dimutasi, atau untuk meningkatkan “pendapatan”, atau bisa juga yang agak muluk dikit contohnya untuk meningkatkan taraf kesehatan nasional. yang penting dan perlu diingat alasan anda harus bisa menyakinkan para penguji saat ujian masuk kelak. kalau anda tidan punya ALASAN yang kuat gimana mereka akan menerima anda.

Yes or No?..

Yes or No?..

3. RESTU

ini dia yang menjamin anda tenteram dan nyaman jika nantinya anda keterima masuk PPDS (Pendidikan Dokter Spesialis). Aneh tapi nyata, dunia pendidikan dokter tidak seperti kebanyakan sistem pendidikan lainnya. bagaikan dunia lain. seriuss.. apalagi yang namanya pendidikan dokter spesialis. Jiwa Raga anda harus anda pasrahkan, bahkan keluarga andapun harus merelakan sejenak “Berpisah” dengan anda yang seolah memasuki dunia “autisme” keresidenan. Bisa saja anda 3 bulan ndak ketemu anak istri, atau bahkan tahunan bagi mereka yang benar-benar jauh dari keluarga. bahkan yang tinggal serumahpun belum tentu bisa bercengkrama tiap hari dengan keluarga. Penulis sendiri hanya mendapat kabar saat berita duka meninggalnya Kakek tercinta tanpa bisa ikut mengantar ke peristirahatan terakhir. Juga harus merelakan tidak bisa menghadiri semua pernikahan 3 adik penulis saat menjalani masa residensi. Nah bagi anda yang “terlalu” disayang keluarga, tanpa RESTU jangan sekali-kali mendaftar PPDS karena bisa jadi rumah tangga anda akan hancur berantakan. kalo sudah seperti itu buat apa anda jadi seorang DOKTER SPESIALIS??? (usul: Cari yang baru hehe, itupun kalo anda belum terlalu tua lulusnya hahaha..)

Restu keluarga..

Restu keluarga..

4. UANG

yang terakhir ini juga patut dipertimbangkan. Saat ini sekolah PPDS memang sudah pada relatif murah. apalagi dengan getolnya KPK memelototi perguruan tinggi penyelenggara pendidikan spesialis membuat biaya pendidikan relatif masih terjangkau. bahkan jauh lebih murah dibandingkan pendidikan dokter umum di FK swasta. Namun jangan lupa, namanya sekolah spesialis itu hampir pasti tidak akan ada Pendapatan buat biaya hidup. di negeri tercinta ini namanya residen memang tidak mendapat gaji. nah kalau anda tidak memperhatikan ini tabungan anda bisa jebol, apalagi yang sudah punya anak banyak bisa kelimpungan nanti.

Semoga Cukup

Semoga Cukup

Ke-empat hal diatas patut anda fikirkan dulu sebelum melangkah lebih jauh memasuki rimba raya dunia residensi. jika anda sudah mantabb.. keempatnya sudah terpenuhi, anda perlu lagi satu hal yaitu “TAKDIR” hehe… se SUKA apapun anda dengan jurusan yang anda pilih, sehebat apapun ALASAN anda memilih jurusan tersebut, sebanyak apapun RESTU yang anda dapatkan dari keluarga serta sekaya apapun UANG yang anda miliki kalau TAKDIR belum berfihak pada anda ya mau bagaimana lagi… yang penting tetap berdooa dan terus mencoba. ingat “Lebih baik anda terjatuh saat mencoba sesuatu daripada anda mati terdiam karena takut terjatuh”  hehehehe….

Residen Anak FK UNS/RS dr Moewardi Surakarta

Residen Anak FK UNS/RS dr Moewardi Surakarta

 

Langkah kecilku (lanjutan)

Posted: 23 Maret 2014 in Peristiwa
Tag:, , , ,

Sebuah tulisan yang belum sempat penulis terbitkan pada pertengahan 2010, Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan berjudul “Langkah kecilku

Tembok yang tinggi akan tampak sangat tinggi jika kita tak pernah mencoba melompatinya.. by Zakky

“Tembok yang tinggi akan tampak sangat tinggi jika kita tak pernah mencoba melompatinya”  jangan takut bermimpi kawan

Tak disangka… Satu demi satu impian penulis dikabulkan oleh Alloh… Alhamdulillah….4 tahun yang lalu penulis memimpikan nantinya setelah PTT dan setelah “sowan” ke rumah Alloh penulis akan melanjutkan pendidikan lagi, walaupun sekali lagi penulis gak bisa mikir dapet uang dari mana untuk mewujudkan itu.

Alhamdulillah.. sekali lagi alhamdulillah, semoga ini adalah nikmat yang tidak malah melenakan diri penulis. disaat mendekati akhir masa PTT ku ada program PPDS BK (pendidika dokter spesialis Berbasis Kompetensi) yang membiayai pendidikan spesialisasi tentunya dengan kompensasi ikatan dinas selama beberapa tahun setelah lulus.

seolah mimpi… satu persatu rencana-rencanaku dikabulkan oleh Alloh SWT, seperti berurutan… Alloh karim… matur nuwun… meski perjuangan masih baru dimulai dan rencana-rencana lain masih menunggu mohon doa semoga semuanya berjalan sesuai dengan kehendaknya..

Sebuah pesan, jangan pernah takut bermimpi meskipun itu terlihat sangat mustahil sekalipun. Alloh maha Kaya dan tak akan menjadi miskin hanya karena permintaan kita.. dan jangan lupa, Doa kedua orang tua bagaikan katalisator yang ampuh bagi permohonan kita.. Jangan Menyerah Kawan….


“Cancer Can be Cured”

Mungkin anda masih ingat tulisan saya 2 tahun yang lalu yang berjudul Pelajaran dari “Penghuni Kamar 4″ (sebuah pelajaran dari pasien-keluarga pasien anak-anak Hemato-Onkologi).. nah tepat hari rabu kemarin tanggal 20 November 2013, kesabaran dan ketekunan mereka terbayar sudah. Kesabaran dan ketekunan mereka tampak berubah menjadi kegembiraan dengan diadakannya acara “Wisuda Survivor Kanker” di Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta yang dihadiri oleh Istri Gubernur Jawa tengah Ganjar Pranowo. satu persatu para wisudawan ini mendapatkan ucapan selamat dari hadirin. sebuah ucapan yang sarat makna. apalagi jika mengingat perjuangan mereka yang luar biasa sehingga mendapat predikan “Wisudawan” hari itu. Predikan wisudawan yang tidak seperti biasanya, sebuah predikat yang tidak hanya menguras tenaga, fikiran maupun biaya dan air mata, tapi juga predikat yang didapat dengan  mempertaruhkan jiwa dan raga. tak salah jika kiranya hari itu banyak diantara keluarga yang tak sadar meneteskan air mata. air mata bahagia dengan apa yang berhasil dicapai oleh kesabaran yang mereka persembahkan, air mata bahagia lantaran Tuhan mengabulkan doa mereka untuk tetap dapat melihat anak-anak mereka kembali sehat.

Wisuda Survivor kanker

Suasana Wisuda Survivor kanker anak 20 November 2013

Menilik kebelakang, memang keberadaan terapi kanker pada anak ini bisa dibilang masih sangat muda. seingat saya mungkin baru intensif sekitar 6 tahun terakhir. kesuksesan ini tak bisa dilepaskan dari tangan dingin seorang staf muda dari Bagian Anak RS dr. Moewardi Surakarta, dr. Muhammad Riza, Sp.A, MKes, Berkat kegigihan beliau dalam mengelola pasien-pasien ini serta usaha beliau untuk meyakinkan fihak Rumah Sakit supaya bersedia membantu para pasien kanker akhirnya membuahkan hasil yang manis. Kini bisa dikatakan Bagian Anak RS dr Moewardi sudah menjadi salah satu tempat rujukan buat anak-anak kanker yang ingin berobat.

Moewardi Cancer Club

Klub kanker anak RS dr Moewardi. Sebuah wadah kebersamaam buat para pasien kanker yang berobat di RS dr Moewardi

akhirnya penulis hanya bisa mengucapkan Selamat buat adik-adik wisudawan. semoga selalu sehat dan bisa menjadi inspirasi bagi para pasien lainnya untuk tetap semangat dalam berobat. dan semoga lebih banyak lagi wisudawan-wisudawan yang sukses dalam menjalani terapi kankernya… amiinn..


Senja Di Sekadau

Kalau minggu kemarin Kick Andy membahas tentang sosok perjuangan para tentara di perbatasan dalam melayani kesehatan. memang begitulah keadaannya. Potret pelayanan kesehatan kita mungkin belum menjadi prioritas yang perlu diperhatikan. Pelayanan di daerah terpencil banyak yang sifatnya sporadis seperti yang sesekali diadakan oleh TNI bekerjasama dengan Mahasiswa. kalaupun ada penempatan petugas medis ke pelosok negeri masih terkesan setengah hati. Contohnya penempatan tenaga PTT ataupun internship tidak dibarengi dengan kelengkapan/standar minimal yang jelas dalam pelayanan pasien. Obat dan alat medis menjadi “Musuh” utama dalam memberikan pelayanan yang bermutu (terlepas dari kontroversi program internship maupun PTT). Namun begitu Kami, para tenaga medis berusaha benar melayani pasien kami semampu kami. Berikut ini beberapa kasus yang kami dapatkan selama bertugas sampai 4 bulan di Sekadau.

Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah

Neo 900 gram. 28 minggu

Neo 900 gram. 28 minggu

Bayi ini memang sudah lahir saat saya datang di RS ini. tepatnya lahir tanggal 24 Desember 2013. Bayi mungil ini lahir dengan berat badan 900 gram dengan usia kehamilan 28 minggu (7 bulan). lahir spontan di sebuah klinik swasta. kemudian dirujuk ke RS dan mendapat perawatan awal oleh residen senior saya, dr. Arif Ismail, yang bertugas antara Agustus 2012 sampai Januari 2013. Masalah utama prematuritas seperti Apnoe of prematurity (henti napas karena prematur) sering terjadi. Berkat tangan dingin beliau ini pasien ini tetap stabil. Saat kedatangan saya pada bulan Februari, berat badan bayi ini sudah mencapai 1400 gram dengan kejadian Apnoe yang sudah semakin jarang. Tanggal 22 Februari 2013, tepat 2 bulan bayi ini dirawat, akhirnya bisa dipulangkan dengan berat akhir 2200 gram dengan pemberian edukasi tentang Imunisasi yang harus disesuaikan dengan kondisi prematuritas bayi tersebut.

By Ny K1

kondisi saat dipulangkan

Sampai saya menulis blog ini, saat ini bayi tersebut sudah lebih dari 4 kg. Alhamdulillah. Bayi bayi yang lahir dengan berat rendah (<2500 gram) sangat umum terjadi didaerah ini dengan penyebab beragam, seringkali nutrisi ibu yang kurang mendapat asupan yang cukup yang menjadi penyebabnya. selain penyebab lainnya seperti kejadian Hipertensi dan lainnya. tercatat dari sejak kedatangan saya di daerah ini sampai bulan mei ada 12 bayi yang dirujuk dengan BBLR, tentunya jumlah tersebut hanya BBLR yang ada masalah saja yg bersedia dirujuk ke RS, BBLR-BBLR lainnya dipedalaman tentunya jauh lebih banyak yang tidak dikirim ke RS.

Anak laki-laki dengan tersangka ALL dd AML

Bulan februari akhir datang seorang anak laki-laki diantar ayahnya. keluhan utamanya berupa adanya benjolan di perut sebelah kiri, keras. Anak ini sudah pernah berobat di dokter umum dan dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil Leukositosis (sel darah putih yang jumlahnya meningkat) saat itu tercatat Leukositnya lebih dari 150.000/ul dan Anemia. Karena merupakan kegawatan maka pasien saya sarankan rawat inap untuk dilakukan Hidrasi (Pemberian cairan infus dengan tujuan mengencerkan kekentalan darah) dan pemberian transfusi darah. Ayah pasien setuju dan pasien kami rawat inapkan.

Dari hasil pemeriksaan gambaran darah tepi bisa saya dapatkan banyak sekali sel-sel leukosit muda (Blast). Berhubung PMI belum ada di kabupaten ini, maka pemberian transfusi yang sebenarnya cukup dengan darah merah saja atau disebut PRC (Packet Red Cells) tidak bisa dilakukan, alhasil kami harus memasukkan Whole Blood (darah yang terdiri dari komponen utuh) yang tentunya akan semakin meningkatkan jumlah sel darah putih juga, kami harus putar otak supaya jangan sampai pemberian transfusi darahnya malah menjadikan kekentalan darah meningkat. Transfusipun kita lakukan bertahap dengan pemeriksaan lab ketat. Pengawasan ketat dengan pemeriksaan PH Urin, Kadar Asam Urat maupun pemeriksaan kadar elektrolit berusaha kami lakukan. Persoalan muncul ketika kami memerlukan Natrium Bicarbonat untuk meningkatkan PH Urin pasien ini. karena sediaan ini sulit kami cari di Apotik. akhirnya setelah melobi beberapa puskesmas ada puskesmas yang masih punya persediaan obat ini. Setelah kondisi pasien cukup stabil, pasien kita rujuk ke RS dr. Soedarso di Pontianak. meskipun awalnya keluarga keberatan, namun akhirnya keluarga mengerti tentang pentingnya perawatan lebih lanjut untuk penegakan diagnosis dan terapinya. saat ini pasien masih rutin berobat di RSUD dr Soedarso Pontianak.

Neonatus dengan ibu Eklamsia

Pada suatu malam di bulan april saya dibangunkan sekitar jam 12.45 WIB. “Dok, mau ada SC, pasien dengan eklampsia (Kejang yang terjadi pada ibu hamil dengan hipertensi akibat keracunan kehamilan). pasiennya Koma dok. kejang sudah sejak tadi pagi jam 9, namun diterapi Alternatif dulu, setelah tidak ada perkembangan baru sekitar jam 10 malam tadi dibawa ke RS. ini DJJ irreguler..” kata si Fio, dokter internship yang lagi jaga saat itu. Sayapun segera bergegas meski setengah ngantuk, karena sebenarnya baru bisa memejamkan mata jam 12 malam. Jarak rumah dinas dengan RS sekitar 6 km namun karena setengah mengantuk saya tidak berani ngebut.. hehe.. pas saat sampai di RS beberapa saat kemudian bayi dapat dilahirkan secara SC. saat lahir tidak langsung menangis sehingga sempat kami lakukan resusitasi, alhamdulillah setelah itu bayi mulai bernapas meskipun masih terlihat adanya retraksi dan napas cuping hidung. Malam itu juga dengan mata setengah watt, saya dibantu Fio melakukan pemasangan akses vena umbilikal untuk memudahkan terapi yang akan kami berikan.

Pasang infus umbilikal tengah malem.. with Fio

Pasang infus umbilikal tengah malem.. with Fio

Hari berikutnya kondisi bayi semakin membaik, meskipun kondisi ibunya masih terbaring koma di ICU RS selama 4 hari. setelah perawatan selama 1 minggu berangsur kondisi bayi dan ibu bayi membaik dan alhamdulillah sekali lagi bayi dan ibunya bisa ditolong.

Selang 1 minggu berikutnya kami dapat kiriman lagi pasien dari desa mongko kecamatan Nanga Taman, ceritanya hampir sama.. pasien ini sudah mengalami kejang dari jam 9 pagi dan sama-sama tidak mau dirujuk oleh bidan setempat karena masih dicoba diobati alternatif karena dikira orang kerasukan. setelah sampai sore tidak ada perbaikan akhirnya keluarga menurut ketika bidan menyarankan untuk membawanya ke RS. Perjalanan dari desa tersebut jangan dibayangkan seperti membawa pasien dari perkampungan di tawangmangu ke kota Solo. Bayangkan, karena jalanan yang biasanya hanya bisa dilewati sepeda motor saat itu becek bukan main setelah guyuran hujan. Bidan ini terpaksa mengevakuasi pasien lewat Sungai. Sambil naik speedboat, bidan desa berusaha untuk tetap menjaga stabilitas kondisi pasien yang masih kejang terus menerus. 2 jam perjalanan sungai berriak deras ini akhirnya pasien sampai ke Puskesmas Nanga Taman. setelah itu pasien langsung dibawa dengan ambulan ke RS sekadau. jarak Nanga Taman dengan RS Sekadau sekitar 1 jam. Saat pasien tiba di RS, Kami tim dari Dokter kandungan, dokter anestesi dan dokter anak telah bersiap untuk dilakukan Operassi SC. namun pemeriksaan awal kami dapati jika janin sudah tidak ada denyut jantung. Benar juga, setelah lahir bayi ini sudah meninggal dunia. tubuhnya sudah kaku (Rigor mortis). Sayang sekali.. namun begitulah kenyataannya.. Sedangkan si Ibu sempat Koma juga 4 hari. berkat tangan dingin dokter Anestesi dan Kandungan, si Ibu ini bisa diselamatkan.. sekali lagi….. Alhamdulillahhhh..

dr. Acholder (Obsgyn), dr Kurniawan (Anestesi), dan Saya (Anak)

dr. Acholder (Obsgyn), Saya (Anak) dan dr. Kurniawan/aan (Anestesi)

 

……………….. (Bersambung)

 


Bedah Umum, orthopedi, Pulmonologi, Psikiatri, THT, IKA. Obsgyn, Anestesi, Interna, PK, Kardiologi, NEUROLOGI, periode Juli 2010 ditutup pendaftaran tgl. 16 April 2010 jam 12.00 WIB

Smg Bermanfaat